Cari Blog Ini

Sabtu, 10 Desember 2016




KEWARISAN ETNIK KAILI TINJAUAN HUKUM ISLAM

Pewarisan Dalam Etnik Kaili 

Pewarisan yang dimaksud dalam etnik kaili adalah proses perbuatan, cara meneruskan atau mewarisi harta peninggalan To-Kaili menurut kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di masyarakat. Ada tiga hal pokok yang dibicarakan dalam masalah warisan, yaitu pewaris, ahli waris, dan harta warisan. Ketiga hal tersebut merupakan unsur kumulatif, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan karena merupakan rangkaian atau akibat dari yang lain. Bila ternyata ada salah satu diantara ketiga hal tersebut tidak terpenuhi maka pewarisan tidak dapat berlangsung. Di daerah Kaili, ahli waris yang mendapat kedudukan utama ialah anak, orang tua, mawali (posambei), janda atau duda yang terlama hidup. Ada 4 kategori anak, yaitu anak kandung (ana otea),  anak angkat (ana Petuvu), anak tiri (anak Kamana), dan anak luar kawin (ana Wone). Kedudukan anak kandung baik laki-laki maupun perempuan dalam pewarisan adalah sama, walaupun kadang-kadang anak perempuan mendapatkan keistimewaan. Kedudukan anak Tiri (anak Kamana) tidak terhitung sebagai ahli waris dari bapak atau ibu tirinya. Karena itu ia tidak berhak untuk mewarisi kekayaan mereka. Ana kamana hanya dapat mewarisi harta Bapak atau ibu kandungnya saja.Kedudukan anak angkat (anak Petuvu) menurut adat Kaili tidak termasuk ahli waris orang tua angkat, ia menjadi ahli waris orang tua kandungnya sendiri.
Menurut kebiasaan masyarakat Kaili, pengangkatan ana Petuvu dilakukan ketika si anak belum dewasa dan diambil dari lingkungan keluarga sendiri. To-Kaili tida membedakan apakah anak angkat dari pihak keluarga suami atau dari pihak istri. Ada berbagai alasan yang dikemukakan dalam hal mengangkat anak, antara lain :


a.       Rasa belas kasihan dan rasa ingin menolong meringankan beban keluarga si anak.

b.      Tidak punya anak, karenanya mengharap ana petuvu dapat menolongnya dihari tua.
c.       Untuk mempererat tali kekeluarga antara orang tua yang mengangkatnya dengan orang tua anak   itu sendiri.
Kedudukan anak luar kawin (ana Wone) hanya dapat menjadi ahli waris si ibu yang melahirkan dan keluarga ibunya. Selain 4 kategori anak pewaris, ada pihak lain yang erat hubungannya dengan pewaris ialah “Bolu”. Bolu berarti laki-laki atau perempuan yang kematian isteri atau suami, bukan karena perceraian. Janda (Timbala) pada umumnya berhak menguasai harta warisan suami bersama anak-anaknya. Kewenangan janda untuk menguasai harta warisan suami yang meninggal dalam rangka membiayai kehidupan, pendidikan dan kesejahteraan anak-anaknya hingga si anak menjadi dewasa atau telah sanggup berdiri sendiri. Namun kewenangan itu terbatas, dalam arti Janda tidak dibenarkan melakukan perbuatan hukum atas harta warisan itu, seperti menjualnya tanpa persetujuan anak-anaknya. Bahkan di Kecamatan Biromaru kewenangan janda terhadap harta warisan itu akan hilang manaka si janda kawin lagi. Sedangkan di Kecamatan Dolo, janda hanya menikmati harta warisan itu selama ia tidak kawin lagi. Laki-laki bolu (duda) bersama anak-anak, pada umumnya berhak menguasai harta warisan isteri. Ahli waris lain yang ada hubungannya dengan pewaris yaitu kerabat keluarga, seperti saudara dan keturunannya baik laki-laki maupun perempuan. Mawali (pasambei) adalah ahli waris pengganti. Yang dimaksud adalah ahli waris yang menggantikan kedudukan seseorang untuk memperoleh warisan yang seharusnya diterima oleh orang yang digantikannya itu. Sebabnya ialah karena yang seharusnya menerima harta warisan adalah orang yang digantikannya, tetapi orang tersebut meninggal dunia lebih dahulu dari pewaris yang meninggalkan harta warisan sehingga kedudukannya digantikan oleh keturunannya.